[Review Buku] If I Stay (Jika Aku Tetap di sini)

InstagramCapture_8eb9c579-522e-46a8-93f9-26f1294c065dJudul Buku: If I Stay (Jika Aku Tetap di sini)

Penulis: Gayle Forman

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Penerjemah: Poppy D. Chusfani

Identitas: Cetakan ke delapan, Februari 2015, 200 hm; 20 cm

ISBN: 978-602-03-1322-1

Blurb:

Mia memiliki segalanya: keluarga yang menyayanginya, kekasih yang memujanya, dan masa depan cerah penuh musik serta pilihan. Kemudian, dalam sekejap, semua itu terenggut darinya.

Terjebak antara hidup dan mati, antara masa lalu yang indah dan masa depan yang tidak pasti, Mia menghadapi satu hari penting ketika ia merenungkan satu-satunya keputusan yang masih dimilikinya—keputusan terpenting yang akan pernah dibuatnya.

***

Mia Hall, gadis cantik yang memilih bermain musik menggunakan cello. Padahal keluarganya berlatar belakang musisi rock, namun ini sebuah novel yang juga menceritakan tentang sebuah pilihan hidup. Bagaimana Mia merasakan kebahagiaan pada cello. Bagaimana Mia selalu berada pada orang-orang yang menyayanginya. Kedua orangtuanya, kakek neneknya, pacarnya, sahabatnya, semua menyayangi Mia.

Cerita ini dimulai dari sebuah perjalanan keluarga Mia (Mia, Ayah, Ibu, dan Teddy) yang hendak berkunjung ke kerabat keluarganya di musim salju. Saat di tengah perjalanan itulah mobil yang mereka kendarai menghantam truk pikap empat ton berkecepatan hampir seratus kilometer per jam. Semua yang berada di mobil keluarga Mia terpental keluar. Hanya Mia yang tersadarkan diri dari peristiwa itu. Namun, yang tersadar bukan raganya, melainkan arwahnya. Ia tidak memiliki kekuatan supernatural. Ia tidak bisa menembus tembok atau melayang ke udara. Ia hanya bisa melakukan hal-hal yang biasa orang-orang lakukan dalam kehidupan nyata, tetapi apa yang ia lakukan di dunianya “sekarang” tidak kasat mata bagi orang lain. Sementara raganya dalam keadaan koma dan dibawa ke rumah sakit.

Dalam wujud roh, Mia melakukan berbagai aktivitas selama 24 jam. Novel ini hanya menceritakan kehidupan Mia dalam waktu 24 jam. Dan selama 24 jam itulah Mia melihat banyaknya orang-orang yang mengunjunginya, termasuk sahabatnya, Kim, dan pacarnya, Adam. Di situ Mia mengingat masa-masa kemarin bahkan dulu tentang kehidupannya dengan musik, flashback: Bagaimana ia terlahir dari keluarga musisi. Bagaimana musik menyatukan Mia dengan Adam, membawa mereka ke tempat yang sama sehingga mereka menjadi sepasang kekasih.

Adam menyukai Mia karena Mia sanggup terhanyut oleh berbagai jenis musik. Begitu pula sebaliknya, Mia juga menyukai Adam yang sangat romantis dan perhatian. Mereka saling berusaha sekuat tenaga untuk memahami dunianya: Adam seorang rocker dan Mia seorang pemain cello.

Selain kisah asmara Mia dan Adam, selama 24 jam itu banyak juga cerita-cerita mengenai pilihan hidup Mia. Menurut saya, si penulis membuat novel ini dengan gaya bercerita yang puitis. Saya sampai terhanyut pada sosok Adam yang begitu romantis memperlakukan Mia sebagai pacar.

Novel ini dianggap memiliki cerita kurang tuntas. Sebab ternyata memiliki sekuel yang berjudul Where She Went (Setelah Dia Pergi). Dan kendati sudah terlanjur suka dengan cerita If I Stay, maka saya siap membaca Where She Went. 🙂

Diikutkan dalam #ReviewMaret @momo_DM @danissyamra @ridoarbain di https://bianglalakata.wordpress.com/2015/03/03/reviewmaret-ayo-me-review-buku-fiksi/

[Review Buku] The Fault in Our Stars

Posted on

WP_20150308_12_56_10_ProJudul Buku: The Fault in Our Stars

Penulis: John Green

Penerbit: Qanita

Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno

Identitas: Cetakan 7, Agustus 2014. 424 hlm: 20,5 cm

ISBN: 978-602-1637-39-5

Blurb:

Meski keajaiban medis mampu mengecilkan tumornya dan membuat Hazel bertahan hidup beberapa tahun lagi, Hazel merasa tak ada gunanya lagi hidup di dunia. Namun, ketika nasib mempertemukannya dengan August Waters di Grup Pendukung Anak-anak Penderita Kanker, hidup Hazel berubah 180 derajat.

Mencerahkan, berani, dan menggugah, The Fault in Our Stars dengan brilian mengeksplorasikan kelucuan, ketegangan, juga tragisnya hidup dan cinta.

***

Bagi saya, membaca novel ini selalu dalam upaya memahami cara berceritanya yang seringkali harus dibaca ulang kalimatnya agar bisa saya cerna. Salah satunya bertemu dengan banyak kalimat yang tidak sesuai dengan EYD. Tidak bermaksud menyalahkan penerjemahnya, tapi atas kerendahan hati, saya meyakinkan diri saja kalau otak saya lemot. Namun saya juga bersyukur karena saya bisa telaten mengkhatamkan novel ini. Jadi yang saya tangkap begini,,,

Novel ini bercerita tentang percintaan sepasang remaja Amerika yang mengidap penyakit kanker. Pastinya hubungan mereka dilalui oleh berbagai kebahagiaan dan kesedihan. Hazel, gadis cantik berusia enam belas tahun mengalami kanker tiroid yang selalu menghadiri Kelompok Pendukung (Sebuah kelompok yang anggotanya, bahkan ketuanya mengidap kanker) yang tujuannya agar ia memiliki kegiatan dan menghilangkan depresinya. Hazel kemana-mana selalu membawa tangki silinder yang berisi dua liter oksigen untuk membantu pernapasan pada paru-parunya yang payah. Tangki silinder itu menghubungkan selang penyalur oksigen pada lubang hidungnya. Upaya yang sebetulnya sangat membosankan baginya.

Saat berada di kumpulan Kelompok Pendukung itulah Hazel bertemu dengan August Waters, lelaki berusia tujuh belas tahun yang mengalami kanker asteosarkoma, sehingga ia harus merelakan satu kakinya yang telah diamputasi.

August di mata Hazel yaitu tampan dan seksi. Lelaki itu memiliki ciri khas tersendiri, dengan menggantungkan sebuah rokok di sudut bibirnya. Rokok itu tidak dinyalakan. Ia menganggap hal itu sebuah metafora: Meskipun pembunuh itu diletakkan di antara giginya, tapi pembunuh itu tidak akan diberi kekuatan untuk membunuh karena tidak dinyalakan.

Sulit mengangkal perasaan sukanya pada August melihat August yang selalu blak-blakkan kepada Hazel, sehingga pertemuan pertama mereka menjadi sebuah keakraban yang menyenangkan. Mereka saling bertukar novel kesayangan. Novel milik Hazel yang berjudul Kemalangan Luar Biasa adalah sebuah misteri bagi mereka berdua karena cerita dari novel tersebut dianggap belum tuntas.

Sebagai penyintas Kanker Stadium IV selama tiga tahun, Hazel adalah gadis yang berbeda. Ia masih memiliki kamuan untuk mewujudkan impiannya sebelum kematian merenggut nyawanya (ia selalu menganggap bahwa sebentar lagi kematian akan menyapa). Maka mereka berdua (terutama Hazel yang mengatasnamakan ini dengan salah satu impiannya) berniat ke Amsterdam untuk menemui si penulis novel Kemalangan Luar Biasa. Kedua orangtua Hazel yang selalu memberi perhatian lebih, membuka keleluasaan pada Hazel untuk berhubungan pada August yang notabene orang asing. Hazel diijinkan oleh kedua orantuanya untuk pergi ke Amsterdam, dalam catatan Ibu Hazel juga harus menemaninya. Banyak momen yang mengesalkan dan mengharukan yang saya tangkap sesampainya mereka di Amsterdam. Dan untuk menghindari terjadinya spoiler pada para pembaca, sebaiknya ulasan dari saya berhenti di sini, tapi yang jelas, jika kita mau membacanya dengan seksama, The Fault in Our Stars dengan briliannya betul-betul mengeksplorasikan kelucuan, ketegangan, dan juga tragisnya hidup dan cinta.

Diikutkan dalam #ReviewMaret @momo_DM @danissyamra @ridoarbain di https://bianglalakata.wordpress.com/2015/03/03/reviewmaret-ayo-me-review-buku-fiksi/

[Review Buku] Black Beauty

WP_20150209_20_41_02_ProJudul Buku: Black Beauty
Penulis: Anna Sewell
Penerbit: Gagasmedia
Penerjemah: Linda Boentaram
Identitas: vi + 326 hlm; 13 x 16 cm
ISBN: 979-780-675-8

Novel ini bercerita pada zaman Victoria di abad ke 19. Tentang seekor kuda poni hitam bernama Black Beauty yang nomaden. Berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu majikan ke majikan lainnya. Majikannya pun beragam. Ada yang memperlakukannya dengan keras dan kejam, ada pula yang menyayangi. Black Beauty adalah kuda poni yang memiliki keistimewaan. Meskipun ia mengalami masa-masa yang buruk, tetapi ia bijaksana dan cerdas untuk mengakhirinya.

Selain Black Beauty yang menjadi tokoh utama. Novel ini juga bercerita mengenai kuda-kuda lainnya yang memiliki banyak pengetahuan dan banyak akal pada alam yang jauh lebih cepat dari akal manusia. Manusia-manusia yang merasa bijak saat masih hidup. Mereka selalu menganggap dapat memperbaiki alam dengan cara mengubah ciptaan Tuhan, seperti kusir-kusir yang memperlakukan kuda dengan cara kasar: Sering mencambuk, menendang, hanya karena dianggap kuda-kuda memiliki perangai jahat jika tidak mematuhi perintah kusir. Para penunggang kuda selalu menganggap kuda sebagai mesin uap atau mesin giling yang bisa berkerja selama dan secepat yang mereka mau.

Anna Sewell menuliskan kisah klasik dengan tujuan yang sangat bijaksana, yaitu mengenalkan para penunggang kuda atau bahkan pemelihara kuda agar bisa merawat kuda dengan baik dan benar. Cara bercerita Anna Sewell yang penuh simpati dan kasih sayang kepada hewan, membuat banyak sekali hal yang bisa dipetik dari novel ini. Salah satunya tentang bahwa binatang akan memberikan pelayanan baik kepada majikan, bila sang majikan mau memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.

[Review Buku] Let Me Kiss You

WP_20150129_001 (2)

Judul Buku: Let Me Kiss You
Penulis: Christina Juzwar
Penerbit: Gagasmedia
Identitas: vi + 330 hlm; 13 x 19 cm, cetakan pertama; 2014
ISBN : 979-780-729-0

Sebuah percintaan yang rumit.
Sebuah percintaan yang tak akan terlupa.
Secercah harapan yang tak kunjung nyata.
Seorang perempuan yang datang dengan hati luka, tetapi tak mau melepaskannya.
Seseorang lelaki yang kembali dengan rasa yang sama, tetapi terlalu angkuh untuk mengakuinya.
Rahasia yang penuh intrik.
Kebohongan yang tak akan ragu mengusik.
Cinta masa lalu.
Penyembuh lukamu.
Mungkinkah?

Blurb di atas memang sesuai dengan cerita di novel ini. Namun sayangnya, yang saya dapat dari cerita ini sungguh-sungguh klise. Sejauh novel ini bercerita mengenai office romance, sejauh itu pula saya menemui banyak hal yang klise, baik pada karakter si tokoh maupun di setiap konfliknya. Let Me Kiss You dengan beberapa konflik yang terselesaikan dengan cara si lelaki mencium si perempuan. Dan saya rasa hambar sekali karena begitu gampangnya cara si tokoh berciuman dan konflik akan selesai begitu saja.

Bilasaja si penulis belajar kepada Christian Simamora tentang cara membuat adegan ciuman yang baik, saya rasa buku ini tak akan sia-sia untuk diberi judul Let Me Kiss You.

[Review Buku] Canting

WP_20150119_003 (2)Judul Buku: Canting
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Identitas: Cetakan keempat, Juli 2013, 376 hlm: 20 cm
ISBN: 978-979-22-9623-5

Canting, cara tembaga untuk membatik, bagi buruh-buruh batik menjadi nyawa. Setiap saat terbaik dalam hidupnya, canting ditiup dengan napa dan perasaan. Tapi batik yang dibuat dengan canting kini terbanting, karena munculnya jenis printing—cetak. Kalau proses pembatikan lewat canting memerlukan waktu berbulan-bulan, jenis batik cetak ini cukup beberapa kejap saja.

Canting, simbol budaya yang kalah, tersisih, dan melelahkan. Adalah Ni—sarjana farmasi, calon pengantin, putri Ngabean—yang mencoba menekuni, walau harus berhadapan dengan Pak Bei, bangsawan berhidung mancung yang perkasa: Bu Bei, bekas buruh batik yang menjadi ibunya; serta kakak-kakaknya yang sukses.

Canting, yang menjadi cap batik Ngabean, tak bisa bertahan lagi. “Menyadari budaya yang sakit adalah tidak dengan menjerit, tidak dengan mengibarkan bendera.” Ni menjadi tidak Jawa, menjadi aeng—aneh, untuk bisa bertahan. Ni yang lahir ketika Ki Ageng Suryamentaram meninggal dunia, adalah generasi kedua, setelah ayahnya yang berani tidak Jawa.

Saat melihat buku ini, saya kira ini adalah buku tutorial membuat batik, karena melihat cover-nya dengan desain motif batik dan canting.

Tetapi setelah mendapati adanya nama Pakde Arswendo Atmowiloto, buru-buru saya beli karena sebelumnya pernah direkomendasikan oleh Ipeh Alena untuk membaca karya beliau.

Novel yang menceritakan keluarga Ngabehi (sebutan gelar bagi bangsawan Jawa) yang kehidupannya melalui usaha batik dari masa sebelum Kemerdekaan Indonesia.

Usaha batik cap Canting menjadi saksi perubahan zaman seperti blurb di atas. Bagaimana usaha batik menggunakan canting akan kalah oleh usaha batik menggunakan printing.

Mereka adalah keluarga besar yang memiliki tradisi Jawa  yang sempurna: Begitu banyak aturan, tapi selalu terlaksana dengan baik.

Pak Bei yang sejak awal terkesan membudaki istrinya sendiri, Bu Bei, memiliki banyak keistimewaan yang tak disangka.

Pak Bei memiliki watak tegas, keras, cenderung angkuh, dan otaknya selalu memberi keputusan spontan, tanpa pikir panjang.

Karakter angkuh pada sosok Pak Bei sangat tergambar jelas, seperti salah satu dialog yang ia lakukan di halaman 120

“Pemberian yang besar, hanya sekali saya lakukan. Sesudah itu terserah kalian. Harus bisa berusaha sendiri. Sebisanya.

“Kalau kalian akan mati kelaparan, saya akan membawa nasi dan menjejalkan ke mulut kalian. Kalau kalian telanjang, saya akan bawa kain membalut tubuh kalian. Kalau kalian akan mati, saya akan membelikan peti mati. Tapi tidak untuk tetek bengek membeli sepeda, mengecat rumah, atau membayar utang. Ini semua saya lakukan karena saya ingin melakukan. Bukan karena kalian adik-adikku. Pada orang lain yang saya kenal pun akan saya lakukan hal yang sama.

“Saya tak ingin dipuji. Kalau memuji, jangan sampai saya mendengar.

“Saya tak takut dicaci. Kalau mencaci, jangan sampai saya mendengar. Saya dilahirkan dengan telinga yang kecil dan tipis kulitnya, tak bisa mendengar hal-hal seperti itu.”

Lain lagi dengan Bu Bei. Ia seorang istri yang lembut, polos, dan selalu berbakti kepada Pak Bei. Namun, wanita ini juga bisa menunjukkan dunia kewanitaan yang sesungguhnya. Ia bisa menjadi direktur, menejer, pelaksana yang sigap, yaitu ketika di pasar, tepatnya di kios batik milik sendiri. Sebab, pasar bagi kaum wanita adalalah karir. Bu Bei mendapat kebebasan luar biasa ketika di pasar.

Pak Bei adalah sosok yang sangat misterius; dehemannya, senyumnya, cibiran bibirnya, diamnya, gerakan tubuhnya, pokonya semuanya tergambar misterius. Saya suka sekali pada tokoh Pak Bei ini. Banyak hal yang tidak saya duga dari awal pada sosok Pak Bei. Hal yang tidak saya duga itulah yang akhirnya membuat saya kagum pada Pak Bei ini.

Si penulis menceritakan banyak konflik yang beragam mengengenai orang-orang yang berada dalam ruang lingkup keraton, yang merasa diriya tidak kapitalis, tidak feodal, tidak borjuis. Tentang orang yang melawan tanpa mengerti apa yang dilawan. Orang-orang yang muak dengan adat Jawa, padahal tidak tahu Jawa yang sesungguhnya.

Novel ini banyak bertutur dari mulai sikap, sudut pandang, sampai kepercayaan atau mitos-mitos Jawa. Seperti sang suami akan mencarikan pisang raja yang dalam satu sisir buahnya hanya satu, lalu pisang itu akan dimakan istrinya agar bisa hamil.

Melihat cara bercerita Pakde Arswendo, mengingatkan saya pada tulisan-tulisan fiksi milik Om Nano Riantiarno, seorang dramawan sekaligus pendiri teater koma di Jakarta yang juga menerbitkan buku-buku fiksi sastra. Cara bercerita Pakde Arswendo dan Om Nano Riantiarno sama: tidak terlalu basa-basi dan di setiap kalimatnya tidak terlalu panjang, para pembaca tidak akan dibuat ngos-ngosan ketika membaca narasinya.

[Review Buku] Diamond Sky in Edinburgh

BvI0Y4uCEAAAKrU

Judul Buku: Diamond Sky in Edinburgh

Penulis: Zachira Indah

Penerbit: dee TEENS

Ini pertama kalinya saya membaca novel milik Kak Zachira Indah, dan jujur saja, saya langsung suka dengan Diamond Sky in Edinburgh ini. Meski baru pertama kali saya baca karya milik Kak Indah, namun saya bisa melihat dari tulisannya, bahwa Kak Indah terlihat memiliki kemampuan bercerita yang bagus. Karena seringkali saya membaca Novel Metropop dan membandingkan dengan Novel Metropop lainnya. Dan untuk Metropop jenis Diamond Sky in Edingburgh ini, bisa dibilang novel yang patut direkomendasikan ke para penggemar bacaan Metropop.

Novel ini menceritakan tentang seorang perempuan asal Indonesia yang bernama Rena. Ia selalu gagal dalam hubungan asmara. Sampai akhirnya ia berada di Iggris, bertemu dengan berbagai kejadian ganjil, salah satunya adalah bertemu dengan seorang pianis sekaligus penata musik terkenal dari Inggris, yang bernama Jim Morley. Jim yang pada saat itu berada dalam kondisi pilu akibat kematian tunangannya, tanpa tak sengaja berkenalan dengan Rena di dalam pesawat yang sedang terbang. Percakapan mereka yang tidak terbilang lama itu sanggup membawa berbagai kisah panjang di Edinburgh dengan berbagai perasaan campur aduk, antara bahagia, sedih, dan bingung.

Banyak sekali adegan-adegan tak terduga oleh saya saat mengikuti alur ceritanya. Sering sekali saya dibuat menggeleng, semacam gemas dan bercampur sedikit marah pada kejadian-kejadian yang dialami tokoh-tokoh di dalamnya. Latar belakang yang mengambil Kota Edinburgh ini juga cukup tergambar. Kak Indah mengajak kita (pembaca) untuk menjelajahi ruang demi ruang, sekat demi sekat, celah demi celah yang ada di Edinburgh. Banyak cerita yang menerangkan suasana kota sampai budaya di Edinburgh itu seperti apa. Dan Kak Indah sanggup mengemas cerita beserta Kota Edinburgh ini dengan menarik dan sangat manis, sehingga membuat pembaca tidak bosan untuk terus membacanya sampai selesai. Saya yakin orang-orang lain yang sudah membaca novel ini juga beranggapan sama dengan saya. Hehe.

Melihat kepuasan yang saya rasakan dari Diamond Sky in Edinburgh ini, saya jadi tak sabar untuk menikmati novel milik Kak Indah yang berikutnya, yaitu Kimi no Hitomi ni Hikari. Kali ini novel tersebut mengambil seting di Negeri Sakura. Selamat buat Kak Zachira Indah, seorang ibu muda yang senantiasa produktif dalam menulis novel.

[Review Buku] Barbitch

10933297_10203692063323967_82338684_n

Judul Buku: Barbitch

Penulis: Sagita Suryoputri

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Identitas: Cetakan pertama September 2013

ISBN: 978-979-22-9938-0

Buku kumpulan cerita yang memiliki 9 cerita yang menceritakan tentang beragam wanita dengan tema yang berbeda-beda. Mari kita bahas semua cerpennya:

Yang pertama berjudul “BBF”

Tentang seorang wanita bernama Raya yang tidak mendapatkan keadilan hak asasi manusianya. Ia menganggap semua lelaki brengsek, terkecuali Bram, sahabat yang senantiasa hadir di kehidupan Raya. Di lubuk hati terdalam, Bram sudah mencintai Raya sejak lama, namun ia selalu mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaanya terhadap Raya karena ia hanya menganggap Bram hanya sebatas sahabat atau bahkan kakak. padahal, mereka adalah kombinasi sempurna untuk kata aneh dan brengsek. Sahabat yang berbeda karakter tapi menarik bila disatukan.

Cerpen Kedua berjudul “Barbitch”

Tentang ketiga wanita karir yang ingin selalu merasa sempurna secara fisik agar dapat meraih keinginannya. Layaknya manusia yang selalu bertahan demi idealisme dan mimpinya masing-masing, mereka bertiga (salah satunya yang bernama Mentari) pun sama, yakni selalu mempertahankan harga diri dan gengsi. Meski membutuhkan banyak pengorbanan dalam kehidupan panjang, namun Mentari mampu membuktikan kehidupan semacam itu.

Cerpen ketika berjudul “Lipstik Merah Tua”

Tentang seorang perempuan yang menjalani hidup dengan ketidaknyamanan karena tidak berani menyuarakan keinginannya kepada siapapun. Sepanjang berjalannya waktu dalam hidup, selama itulah ia menjalaninya dengan ketidaknyamanan. Namun, ia adalah perempuan yang selalu tampil apa adanya.

Cerpen keempat berjudul “Kakak”

Tentang seorang wanita yang memutuskan kontak kepada seorang lelaki yang menyayanginya. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu lagi, namun si lelaki hanya menganggap wanita itu sebagai seseorang yang pernah dia kenal karena terlanjur melebur perasaan sayangnya kepada wanita itu.

Cerpen kelima berjudul “Pesta”

Tentang seorang wanita yang menyukai malam. Ia terlanjur dikelabuhi malam yang selalu mengenal kebebasan dan kenakalan, sampai-sampai ia menafsirkan bahwa malam adalah kemerdekaan.

Cerpen keenam berjudul “Stranger in My Bed”

Tentang seorang wanita yang memahami arti kehangatan yang paling nikmat, yaitu bukan dari kedua puluh pria yang pernah menjadi pacarnya, melainkan pada sebungkus rokok dan sebotol vodka.

Cerpen ketujuh berjudul “Pantas”

Tentang seorang wanita yang terlampau menganggap dirinya pantas: Pantas untuk direndahkan dan pantas diperlakukan untuk bertemu hal yang buruk. Ia adalah seorang wanita yang tahu diri, maka ia selalu merasa pantas setiap kali ditimpa kekerasan.

Cerpen kedelapan berjudul “Bara Pati”

Tentang seorang wanita yang berperan menjadi ibu rumah tangga yang membosankan. Lantaran merasa bosan dengan kehidupannya, ia mencoba memasuki dunia khayal yang ia tulis. Ia lalu menikmati dunia khayalnya sampai melalaikan bahkan nyaris lupa dengan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.

Cerpen kesembilan berjudul “Kucing”

Tentang seorang wanita yang mencoba untuk sadar terhadap kebahagiaan sebenarnya dan tanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya.

[Review Buku] Good Fight

WP_20150104_008 (2)Judul: Good Fight
Penulis: Christian Simamora
Penerbit: Gagasmedia
Identitas: xii + 492 hlm; 13 x 19 cm, cetakan keempat, 2014
ISBN: 979-780-758-4

“SAAT MEMUTUSKAN JATUH CINTA, LO JUGA MEMBUKA KEMUNGKINAN CINTA KELAK AKAN BERBALIK NYAKITIN LO…” Begitulah sebagian blurb dari novel ini. Tentang pacaran yang tidak sehat dengan teman sekantor. Ya, tidak sehat, tetapi saya suka. Ckckckck!

Teresia alias Tere, seorang wanita karir yang labil dalam berbagai banyak hal. Ceroboh, emosian, dan gampang terdistrak oleh hal-hal menarik. Akhirnya ia jatuh cinta dengan teman sekantornya, Jethro Liem alias Jet, yang sebelumnya mereka adalah musuh bebuyutan di kantor. Tanpa disadari Tere, banyak sekali kekonyolan di depan Jet. Namun, Jet dengan sikap yang selalu blak-blakkan kepada Tere, membuat Tere akhirnya bisa luluh dipelukkan Jet. 491 halaman di novel ini menggambarkan banyak kejadian konyol dan serangkaian adegan lucu yang mereka alami. Saya tidak akan memberitahu kekonyolan seperti apa, tapi yang jelas, Christian Simamora menceritakannya dengan lucu, seperti gaya monolog yang asyik dibaca.

Ini adalah cerita romance mainstream: dengan istilah kalimat yang mainstream, dengan joke-joke yang disematkan secara mainstream, dan hal-hal meinstream yang tak terduga. Namun, meskipun mainstream, tetap saja terbaca lucu karena Christian Simamora memiliki ciri khas gaya humor kekinian dalam bercint,- eh maksudnya bercerita. Sorry, saya terbawa mainstream oleh novel dewasa ini.

Novel ini menceritakan banyak fashion. Tentang gaya hidup para pria dan wanita metroseksual. Tapi kalau boleh menilai, menurut saya ini bukan sekedar bercerita tentang pria dan wanita metroseksual saja, tetapi juga metrosensual. Sampai-sampai saya sering dibuat bingung (namun akhirnya paham juga akibat googling) oleh setiap narasi yang terlalu mengumbar high branded fashion dengan bahasa gaul ala fashionista.

Di bab-bab awal, menurut saya terlalu basa-basi. Cara mendeskripsikan suatu kejadian yang dialami tokoh seringkali terlalu lama, serta banyak adegan klise. Namun, manisnya novel ini juga akibat menggambarkan tentang makna “Witing tresno jalaran soko kulino.” Perasaan Tere terhadap Jet membuat makna Jawa itu terasa indah.

Menurut saya, author of Pillow Talk yang satu ini berhasil menjelaskan wanita sesungguhnya di zaman sekarang. Mulai dari gesture sampai effort. Dijelaskan pula tentang pembuktian bahwa seseksi dan semaskulinnya seorang pria, akan terlihat menyedihkan juga ketika mengatakan “Tapi aku masih cinta kamu” kepada seorang wanita yang dicintainya.