Judul Buku: If I Stay (Jika Aku Tetap di sini)
Penulis: Gayle Forman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Identitas: Cetakan ke delapan, Februari 2015, 200 hm; 20 cm
ISBN: 978-602-03-1322-1
Blurb:
Mia memiliki segalanya: keluarga yang menyayanginya, kekasih yang memujanya, dan masa depan cerah penuh musik serta pilihan. Kemudian, dalam sekejap, semua itu terenggut darinya.
Terjebak antara hidup dan mati, antara masa lalu yang indah dan masa depan yang tidak pasti, Mia menghadapi satu hari penting ketika ia merenungkan satu-satunya keputusan yang masih dimilikinya—keputusan terpenting yang akan pernah dibuatnya.
***
Mia Hall, gadis cantik yang memilih bermain musik menggunakan cello. Padahal keluarganya berlatar belakang musisi rock, namun ini sebuah novel yang juga menceritakan tentang sebuah pilihan hidup. Bagaimana Mia merasakan kebahagiaan pada cello. Bagaimana Mia selalu berada pada orang-orang yang menyayanginya. Kedua orangtuanya, kakek neneknya, pacarnya, sahabatnya, semua menyayangi Mia.
Cerita ini dimulai dari sebuah perjalanan keluarga Mia (Mia, Ayah, Ibu, dan Teddy) yang hendak berkunjung ke kerabat keluarganya di musim salju. Saat di tengah perjalanan itulah mobil yang mereka kendarai menghantam truk pikap empat ton berkecepatan hampir seratus kilometer per jam. Semua yang berada di mobil keluarga Mia terpental keluar. Hanya Mia yang tersadarkan diri dari peristiwa itu. Namun, yang tersadar bukan raganya, melainkan arwahnya. Ia tidak memiliki kekuatan supernatural. Ia tidak bisa menembus tembok atau melayang ke udara. Ia hanya bisa melakukan hal-hal yang biasa orang-orang lakukan dalam kehidupan nyata, tetapi apa yang ia lakukan di dunianya “sekarang” tidak kasat mata bagi orang lain. Sementara raganya dalam keadaan koma dan dibawa ke rumah sakit.
Dalam wujud roh, Mia melakukan berbagai aktivitas selama 24 jam. Novel ini hanya menceritakan kehidupan Mia dalam waktu 24 jam. Dan selama 24 jam itulah Mia melihat banyaknya orang-orang yang mengunjunginya, termasuk sahabatnya, Kim, dan pacarnya, Adam. Di situ Mia mengingat masa-masa kemarin bahkan dulu tentang kehidupannya dengan musik, flashback: Bagaimana ia terlahir dari keluarga musisi. Bagaimana musik menyatukan Mia dengan Adam, membawa mereka ke tempat yang sama sehingga mereka menjadi sepasang kekasih.
Adam menyukai Mia karena Mia sanggup terhanyut oleh berbagai jenis musik. Begitu pula sebaliknya, Mia juga menyukai Adam yang sangat romantis dan perhatian. Mereka saling berusaha sekuat tenaga untuk memahami dunianya: Adam seorang rocker dan Mia seorang pemain cello.
Selain kisah asmara Mia dan Adam, selama 24 jam itu banyak juga cerita-cerita mengenai pilihan hidup Mia. Menurut saya, si penulis membuat novel ini dengan gaya bercerita yang puitis. Saya sampai terhanyut pada sosok Adam yang begitu romantis memperlakukan Mia sebagai pacar.
Novel ini dianggap memiliki cerita kurang tuntas. Sebab ternyata memiliki sekuel yang berjudul Where She Went (Setelah Dia Pergi). Dan kendati sudah terlanjur suka dengan cerita If I Stay, maka saya siap membaca Where She Went. 🙂
Diikutkan dalam #ReviewMaret @momo_DM @danissyamra @ridoarbain di https://bianglalakata.wordpress.com/2015/03/03/reviewmaret-ayo-me-review-buku-fiksi/